"kapan mau nambah anak lagi, kan belum ada anak perempuannya."
Pertanyaan tersebut sering sekali orang lempar pada saya yang usia anak ke duanya bahkan belum genap 2 tahun.
Kemarin, saya berbincang dengan istri dari teman baiknya suami. Perempuan yang sama-sama memiliki 2 anak balita, bedanya kedua anaknya perempuan, sedang saya sebaliknya.
"Kayaknya aku gak pengen nambah anak lagi deh. Gatau deh, 2 aja rasanya beraaat." Keluh saya membuka obrolan.
"Ih, samaaa. Aku juga, tetangga selalu bilang 'nambah satu lagi kali aja yang ke tiga cowok, masih muda ini.' tapi selalu aku jawab 'ah, bu.. saya mah 2 aja ngurusnya nggak bisa, apalagi 3'" timpalnya, dibarengi tawa.
Kemudian, hari ini, sebuah unggahan snapgram dari seorang selebgram memantapkan niat saya untuk menulis perihal menambah jumlah anak.
Sungguh, semua yang beliau tulis sangat mewakilkan isi hati dan kepala saya. Menambah jumlah anak, bukan hanya sekedar ena-ena > mengantarnya ke dunia > menyusuinya dengan cinta. Menghadirkan raga dan kepala baru di dalam rumah mungkin bisa dikatakan mudah, mendidik dan membentuknya yang penuh keluh kesah.
Suatu hari, saya pernah bertanya pada suami:
"Kalau anak kita (yang ke dua) udah 5 tahun, mau nambah gak?" Tanya saya serius. Ia tidak menjawab tapi sorot matanya seakan meminta saya menjawab lebih dulu.
"Hmmm.. Kalo aku, gimana ya.. Pengen sih anak cewek, ngebayangin bisa couple-an baju, bisa nyalon bareng, skincare-an bareng, dll. Tapi aku jauh lebih pengen bisa punya waktu untuk diri sendiri." Jelas saya dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya.
"Nah, itu.. Aa pengen kamu lebih punya banyak waktu buat diri kamu sendiri, Aa pengen kamu bisa tenang pergi kemana-mana tanpa alasan 'ah, gabisa ke sana, anak masih kecil', kalau kita nambah anak terus, kapan kamu bisa menikmati waktu luang kamu?"
Jawabannya lezat sekali, membuat saya merasa sangat dihargai sebagai perempuan. Alih-alih meminta bahkan "mengingatkan" bahwa kodrat wanita memang hamil > melahirkan > membesarkan anak, Ia lebih memilih menyerahkan keputusan itu pada saya, pun memberi sekerat gagasan untuk lebih baik kalau saya lebih memikirkan diri sendiri. Mengingat perempuanlah yang waktu dan tenaganya akan lebih terkuras ketika memutuskan untuk menambah jumlah anak.
Bahkan, kayaknya... kalau saja kemarin nggak kesundulan, sepertinya kami hanya akan memiliki satu anak sampai saat ini. Bukan, ini bukan sebuah keluhan karena kami sangat bersyukur dan bahagia dengan kehadiran makhluk kecil yang keceriaannya menyempurnakan kebahagiaan anak sulung kami, tapi ini merupakan ungkapan orangtua yang merasa bahwa membentuk anak perlu kerja keras. Hence, rasanya kami nggak sanggup untuk menambah jumlah anak, walaupun kami memang sangat berharap akan kehadiran seorang gadis kecil di tengah-tengah kami. Tapi, sampai saat ini, perasaan ingin itu masih kalah oleh perasaan bahwa kami belum mampu, karena....
Saya ingin melanjutkan mimpi yang bertahun-tahun tertunda,
Saya ingin bisa bebas berlama-lama mandi dan mempercantik diri,
Saya ingin bisa menulis tenang tanpa harus terjeda karena mendengar tangisan,
Saya ingin bebas menambah jumlah langkah kaki tanpa perasaan bersalah menitipkan si kecil walau pada suami,
Ah, banyak sekali yang membuat saya merasa (untuk saat ini) memiliki 2 anak saja sudah lebih dari cukup. Karena, sekali lagi, buat kami, menambah jumlah anak itu mudah, yang sulit adalah mempersiapkan kualitas diri kami agar mampu mendidik dan membentuk mereka.
Kami tidak ingin, dengan hadirnya adik baru di antara mereka, kami jadi lalai menjaga amanahNya. Kami nggak ingin, terganggunya waktu tidur kami karena lelahnya menemani si adik yang begadang jadi alasan kami nggak sabaran dan sering membentak mereka.
Terus, gimana dong sama orang-orang yang banyak anak tapi mereka mampu-mampu aja tuh ngurusnya? Buk, zaman sekarang kayaknya udah nggak perlu lagi deh mendebatkan prinsip orang, karena jalan setiap orang berbeda. Alhamdulillah, saya pun sering menyaksikan seorang ibu dengan banyak anak tetep waras walau ngurus segalanya sendiri. Tapi, ketika dilihat dengan jarak yang lebih dekat, ternyata dia nggak sendiri buk, banyak supporter di belakangnya. Mertuanya baik dan sangat pengertian, suaminya setia dan penuh kehangatan, anak-anaknya riang dan jarang bertengkar, juga keluarga lain yang berusaha selalu hadir untuk dia.
Jumlah anak bukanlah hal yang perlu diperdebatkan, perdebatan yang sesungguhnya adalah hati dan mulut kita sendiri. Berdebatlah dengannya sebelum mengeluarkan isi hati menjadi suara.