google-site-verification: google4086a67cad748863.html KOK GAK MAU NAMBAH ANAK? | Nurelice | Parenting Blogger

KOK GAK MAU NAMBAH ANAK?

source: Parapuan

"kapan mau nambah anak lagi, kan belum ada anak perempuannya."

Pertanyaan tersebut sering sekali orang lempar pada saya yang usia anak ke duanya bahkan belum genap 2 tahun. 

Kemarin, saya berbincang dengan istri dari teman baiknya suami. Perempuan yang sama-sama memiliki 2 anak balita, bedanya kedua anaknya perempuan, sedang saya sebaliknya. 

"Kayaknya aku gak pengen nambah anak lagi deh. Gatau deh, 2 aja rasanya beraaat." Keluh saya membuka obrolan.

"Ih, samaaa. Aku juga, tetangga selalu bilang 'nambah satu lagi kali aja yang ke tiga cowok, masih muda ini.' tapi selalu aku jawab 'ah, bu.. saya mah 2 aja ngurusnya nggak bisa, apalagi 3'" timpalnya, dibarengi tawa.

Kemudian, hari ini, sebuah unggahan snapgram dari seorang selebgram memantapkan niat saya untuk menulis perihal menambah jumlah anak.

Sungguh, semua yang beliau tulis sangat mewakilkan isi hati dan kepala saya. Menambah jumlah anak, bukan hanya sekedar ena-ena > mengantarnya ke dunia > menyusuinya dengan cinta. Menghadirkan raga dan kepala baru di dalam rumah mungkin bisa dikatakan mudah, mendidik dan membentuknya yang penuh keluh kesah. 

Suatu hari, saya pernah bertanya pada suami:
"Kalau anak kita (yang ke dua) udah 5 tahun, mau nambah gak?" Tanya saya serius. Ia tidak menjawab tapi sorot matanya seakan meminta saya menjawab lebih dulu.

"Hmmm.. Kalo aku, gimana ya.. Pengen sih anak cewek, ngebayangin bisa couple-an baju, bisa nyalon bareng, skincare-an bareng, dll. Tapi aku jauh lebih pengen bisa punya waktu untuk diri sendiri." Jelas saya dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya. 

"Nah, itu.. Aa pengen kamu lebih punya banyak waktu buat diri kamu sendiri, Aa pengen kamu bisa tenang pergi kemana-mana tanpa alasan 'ah, gabisa ke sana, anak masih kecil', kalau kita nambah anak terus, kapan kamu bisa menikmati waktu luang kamu?" 

Jawabannya lezat sekali, membuat saya merasa sangat dihargai sebagai perempuan. Alih-alih meminta bahkan "mengingatkan" bahwa kodrat wanita memang hamil > melahirkan > membesarkan anak, Ia lebih memilih menyerahkan keputusan itu pada saya, pun memberi sekerat gagasan untuk lebih baik kalau saya lebih memikirkan diri sendiri. Mengingat perempuanlah yang waktu dan tenaganya akan lebih terkuras ketika memutuskan untuk menambah jumlah anak. 

Bahkan, kayaknya... kalau saja kemarin nggak kesundulan, sepertinya kami hanya akan memiliki satu anak sampai saat ini. Bukan, ini bukan sebuah keluhan karena kami sangat bersyukur dan bahagia dengan kehadiran makhluk kecil yang keceriaannya menyempurnakan kebahagiaan anak sulung kami, tapi ini merupakan ungkapan orangtua yang merasa bahwa membentuk anak perlu kerja keras. Hence, rasanya kami nggak sanggup untuk menambah jumlah anak, walaupun kami memang sangat berharap akan kehadiran seorang gadis kecil di tengah-tengah kami. Tapi, sampai saat ini, perasaan ingin itu masih kalah oleh perasaan bahwa kami belum mampu, karena....

Saya ingin melanjutkan mimpi yang bertahun-tahun tertunda, 
Saya ingin bisa bebas berlama-lama mandi dan mempercantik diri,
Saya ingin bisa menulis tenang tanpa harus terjeda karena mendengar tangisan, 
Saya ingin bebas menambah jumlah langkah kaki tanpa perasaan bersalah menitipkan si kecil walau pada suami, 
Ah, banyak sekali yang membuat saya merasa (untuk saat ini) memiliki 2 anak saja sudah lebih dari cukup. Karena, sekali lagi, buat kami, menambah jumlah anak itu mudah, yang sulit adalah mempersiapkan kualitas diri kami agar mampu mendidik dan membentuk mereka. 

Kami tidak ingin, dengan hadirnya adik baru di antara mereka, kami jadi lalai menjaga amanahNya. Kami nggak ingin, terganggunya waktu tidur kami karena lelahnya menemani si adik yang begadang jadi alasan kami nggak sabaran dan sering membentak mereka. 

Terus, gimana dong sama orang-orang yang banyak anak tapi mereka mampu-mampu aja tuh ngurusnya? Buk, zaman sekarang kayaknya udah nggak perlu lagi deh mendebatkan prinsip orang, karena jalan setiap orang berbeda. Alhamdulillah, saya pun sering menyaksikan seorang ibu dengan banyak anak tetep waras walau ngurus segalanya sendiri. Tapi, ketika dilihat dengan jarak yang lebih dekat, ternyata dia nggak sendiri buk, banyak supporter di belakangnya. Mertuanya baik dan sangat pengertian, suaminya setia dan penuh kehangatan, anak-anaknya riang dan jarang bertengkar, juga keluarga lain yang berusaha selalu hadir untuk dia. 

Jumlah anak bukanlah hal yang perlu diperdebatkan, perdebatan yang sesungguhnya adalah hati dan mulut kita sendiri. Berdebatlah dengannya sebelum mengeluarkan isi hati menjadi suara. 

14 Comments

  1. Ah, setuju banget, Mbak. Memang memiliki anak itu tanggung jawab yang sangat besar, gak bisa diputuskan hanya berlandaskan alasan-alasan sepele, seperti memenuhu ekspektasi tetangga dan kerabat lainnya. Ah iya, saya suka dengan gaya komunikasi terbuka antara mbak dengan suaminya 😊 jadi orang tua kan ngejalaninnya berdua, gak bisa cuma memenuhi keinginan suami/istri aja, ya! Keren tulisannya, Mbak!

    ReplyDelete
  2. Bener nih, punya anak itu tanggung jawab besar, berapapun jumlahnya. Orang lain terserah, yang bisa mengukur kemampuan dan kemauan kita ya diri kita sendiri.

    ReplyDelete
  3. Setuju mbak! Suami saya malah lebih trauma daripada saya, katanya kita usahakan yang terbaik buat kedua anak kita ya, kasihan kamj capek. Susah memang tetap waras kalau ada di rantau dan banyak anak. Sukses selalu mba, tulisannya bagus sekali❤

    ReplyDelete
  4. Semangat Mbak, pasti gemes ya kalau ada yang tanya kapan nambah anak lagi? Mau jelasin tiap kali ditanya dengan orang yang berbeda lama-lama bosan ya. Terkadang mereka tidak bermaksud membuat suasana hatimu jadi jelek, anggap saja iti sebagai bentuk perhatian.

    Beruntungnya Bunda punya pasangan yang mengerti keinginan Bunda, itu lebih dari cukup.

    Btw, setuju sekali setiap keluarga memiliki cara sendiri-sendiri untuk berbahagia dan memutuskana segala sesuatu.

    ReplyDelete
  5. Inilah yang saya galaukan.
    Suami pengen punya anak, tapi saya ragu dengan kemampuan saya untuk merawat 3 anak. 2 aja udah capek banget.

    ReplyDelete
  6. terkadang org memandang baikny gini dn gitu, tapi yang sebenarny tahu kita (keluarga) adalah y keluarga tsbt. Bgus tulisannya, dan setuju bgets komunikasi antara suami istri hrus baik (terbuka)

    ReplyDelete
  7. Setuju banget mbak, kebetulan aku butuh effort yang lebih kalau punya anak daripada orang lain. Ada biaya yang tidak sedikit juga, tapi bagi orang lain semudah itu bilang enggak nambah lagi aja

    ReplyDelete
  8. Terima kasih sudah berbagi cerita mba.

    ReplyDelete
  9. Saya senyum-senyum sendiri bacanya mba. Apa yang mba ulas persis dengan prinsip saya. Saya belum menikah mba tapi udah berani ikut IIDN hihihi tujuannya buat belajar banyak hal tentang menjadi ibu, seperti baca postingan mba ini. Saya ingat Hanung Bramantyo pernah cerita yang intinya itu jangan dulu punya anak kalau si Ibu belum siap (bukan bermaksud menunda ya)

    Punya anak itu bebannya ke istri. Istri yang hamil, istri yang mengalami perubahan mood, istri yang mengalami perubahan fisik (jadi item, jerawatan, gendut), terus istri juga yang bakal dapat stigma sana-sini dari orang-orang sekitar. Seorang istri harus waras, harus bahagia. Jika kiranya belum berkenan untuk tambah anak, ya sudah. Hihihi

    ReplyDelete
  10. Setuju!! Saya paling kesal dengan pertanyaan basa basi yang terlampau basi seperti ini~

    ReplyDelete
  11. sudah saatnya kita ini memandang orang sebagai pribadi orang tersebut bukan memandang kekayaan, jumlah anak, nikah atau belum dan semacamnya. Walaupun anaknya cuma satu atau lima ya tetap pandang dia sebagai manusia layaknya manusia yang berhak diperlakukan dengan baik.

    ReplyDelete
  12. Sungguh relate sekali dengan keseharian kita
    Mungkin pertanyaan kapan nambah anak atau udah isi atau belum, semacam buat basa basi percakapan atau topik yang jadi pembahasan pembanding. Padahal sudah saatnya kita layak diperlakukan sebagai diri kita aja

    ReplyDelete
  13. "kapan nih nambah anak lagi?
    hihi, ini tuh termasuk daftar jenis pertanyaan "rese" yang tak ada putusnya sejak kita mulai menjadi dewasa ya..

    saat kuliah,"kapan skripsimu beres", lanjut lagi "kapan wisuda?", berlanjut terus "udah kerja belum?", kapan nikah?, "kok belum punya anak?", "kok belum nambah anak lagi?" dst.

    Semangat mba, kadang mereka nanya begitu sekedar mencari bahan obrolan, kadang ada yang benar-benar karena peduli, kadang ada yang benar-benar iseng,hihi.

    FYI,kalau ada yang bilang anak 3,4,5 jauh lebih gampang dari anak 2, saya sepakat mba, sudah merasakan hal itu sendiri.

    amanah tak pernah salah memilih pundak, jikapun kita ditakdirkan Allah menambah anak, insyaallah selalu ada kemudahan bersama kesulitan. sebagai umat muslim mari kita sandarkan semuanya pada Kitabullah. semangattt.

    ReplyDelete
  14. Duh sepakat poll deh.

    Iya ya, kadang kita hanya menilai yg tampak. Pdahl kita tak tahu kondsi sebnarny. Hal yg sifatny bukan wajib dan kembali ke kondsi masing2 ya.

    Akupun mnghrgai kepitusan sebuah pasangansaat memang mau punya anak cukup 1 atau lebih

    ReplyDelete