Pinterest
As we know, hampir nggak ada yang gak stress akibat keadaan ini. Not only 'bout financial yang ambruk, tapi juga tentang mental yang gak lagi bisa dibilang baik-baik aja karena ndeplek mulu di rumah. Bahkan, untuk ketemu keluarga yang gak sekota pun gak bisa.
Terhitung sejak ditetapkannya pandemi sampai saat ini, ntah berapa juta keluh yang saya baca di pelbagai media. Pun, ntah berapa kali saya mengamuk sembari mengutuk. Malam kemarin, beranda Facebook saya menampilkan sebuah status dari seseorang yang tidak saya kenal, kurang lebih begini;
"Kenapa ya, oranglain kok masih bisa liburan di masa sulit kayak sekarang. Kenapa ya, oranglain kok masih bisa shopping sedangkan aku buat makan aja jadi kurang sekarang. Corona kapan ya musnah."
Setelah itu, saya close Facebook dan beralih ke WhatsApp karena kebetulan muncul notifikasi. Setelah membalas pesan, karena waktu itu waktu lagi luang-luangnya, saya liat semua status-status kontak saya. Literally semuaaa. Biasanya nggak soalnya, heheh.
Satu persatu status saya amati dan tentu nggak saya skip buat baca caption-nya, sampai saya berhenti pada status salah satu teman lama saya. Status itu berupa foto rumah baru dengan gaya minimalis menunjukan plafond yang cukup tinggi, cat dan stuffs di dalamnya serba hitam putih mengusung nuansa monokrom, ruang tamunya tidak begitu luas namun sangat cukup untuk mereka yang belum lama menikah.
"Alhamdulillah, hari ini Anniv ke 2 sekaligus syukuran rumah." Begitu kira-kira keterangan yang dia tulis untuk foto itu.
Seketika hati saya menanggapi status teman saya dengan status seseorang yang nggak saya kenal tadi, di Facebook. Tentang, kenapa ya kok bisa di masa sulit kayak gini temen saya malah beli rumah? Masa yang katanya jangankan buat DP rumah, untuk beberapa orang bahkan makan aja sulit.
Apa saya iri? Nope! I'm proud of her, saya kenal lama dan saya tau cerita-cerita dia, walau tentunya nggak semua. But i'm only human -yang juga kebetulan sempat merasa kesulitan dan ngalamin perubahan drastis karena pandemi ini-, seakan ingin ikut membenarkan status Facebook itu. Kayak pengen gitu ngomong "Iya ya? Kok si A bisa beli rumah di saat-saat kayak gini, gue kok malah harus ngimbang-ngimbang kalo mau beli apapun. Terlepas dari itu expensive or cheap, tetep mesti dipikir dua kali."
Rumah, saat ini jadi impian banget buat saya. Targetnya, pertengahan tahun depan udah bisa nentuin dimana dan beli rumah. Sebenernya sih, suami saya sebelum nikah bahkan jauh sebelum kenal saya udah punya rumah, tapi karena satu dan lain hal kami nggak bisa dulu nempatin. And ya.. selama 5 tahun menikah, kami ngontrak, totalnya 3 rumah udah kami tempatin. Hence, pindahan kemarin saya jadi jera buat ngontrak karena pindahan itu nggak gampang, nguras emosi dan bikin mental down karena harus kembali adaptasi di tempat baru yang mungkin gak senyaman tempat sebelumnya.
6 bulan terakhir ini, rumah jadi topik yang sensitif buat saya dan suami, gak bisa liat rumah di Instagram rasanya pengen cepet punya bergepok-gepok dan cash-in rumah.
Alih-alih kerja keras saya malah sibuk mengutuk kondisi,
"Coba kalo gak pandemi, mungkin seseorang gak bakal sampe hati buat ngambil uang orang cuma karena perlu uang."
"Coba kalo gak pandemi, mungkin gabakal A, B, C. Pasti bakalan tetep Z kayak sebelum-sebelumnya."
Dan masih banyak lagi keluhan lain yang saya ucapin.
Sampe akhirnya saya sadar, effort saya dan mereka berbeda. Begitupun hasilnya, pasti. Saya sibuk memaki pandemi, sedang oranglain fokus memperbaiki kondisi. Oranglain mungkin sudah berlari, tapi saya baru mulai belajar berdiri.
"Sekaya apapun kita, pandemi tetap akan menghimpit keuangan kita kok." Celetuk seseorang.
Teruntuk orang yang menulis status itu di Facebook-nya, juga orang yang berpikir hal serupa;
sedih selalu mengiringi,
jangan terlalu menangisi,
boleh merasa iri,
tapi jangan berdiam diri.
2 Comments
Semangat mba, kadang emang si nggak sengaja pengen mengutuk orang yang bisa bebas ngapain aja waktu pandemi. Tapi ya udahlah. Buang-buang waktu aja, mending melakukan hal lain untuk kesenangan diri sendiri :)
ReplyDeletemba i feel you, aq juga sendang di fase ingin punya rumah karena sekarang masih tinggal sm ortu, mudah2an kita bisa yah mba mewujudkan mimpi2 kita, yuk mba semangat
ReplyDelete