google-site-verification: google4086a67cad748863.html MENGALIHKAN RASA SAKIT | Nurelice | Parenting Blogger

MENGALIHKAN RASA SAKIT



Hari kemarin, tiba-tiba GERD saya kambuh dibarengi mastitis yang sakitnya minta ampun. Busui pasti paham rasanya mastitis gimana, huhuhu. 

Setelah minum obat pereda nyeri dan Antasid, mual, pusing sekaligus nyeri nggak kunjung reda. Atas rekomendasi Ibuk, saya nekad mengoleskan analgesik krim yang ber-tagline "Hotnya sampai ke dalam" ke area dahi, luar ulu hati sampai pusar. Karena kata Ibuk, menyembuhkan perut kembung dan sakit kepala adalah salah satu claim-nya. 

Belom sampai 5 menit, semua badan yang saya olesi rasanya kayak terbakar. Bener-bener panas, kulit saya memerah saking panasnya padahal perasaan ngolesnya sih dikit. Kipas dan tempelan tissue basah pun nggak lagi berasa dingin, akhirnya sampe mandi dua kali. Iya, dua kali! Masih panas? Masiiiih. 

Jumpalitan sana-sini, neken perut yang panasnya dibarengi sensasi cekit-cekit pakai bantal sofa, nggak ngaruh. Yang ada malah tambah cecekitan karena tekanan di perut dan suhu panas dari busa bantal sofa. 

Saat itu, wallpaper layar hp saya menunjukan angka 15.55, artinya beberapa menit lagi menuju jadwal makan anak saya. Dengan tubuh gemetar karena menahan panas dan sakit, saya bergegas membawa stok MPASI frozen dan menghangatkannya di warmer. 

Waktu berlalu,
Ntah sejak kapan sakit dan panasnya hilang. Yang jelas, selagi menyiapkan MPASI yang masih panas sampai beberapa suapan pertama, saya masih mengeluh panas dan sakit. Hampir 25 menit saya menyuapi anak saya sambil bercanda, tapi selama itu, saya tidak tau di detik mana mereka hilang. 

Usai menyuapi, saya tertegun. Teringat tentang bagaimana seharusnya menyikapi luka. 

Kita pasti pernah merasa sakit hati, terlepas dari kita pernah berpacaran atau tidak. Karena luka dan sakit hati itu universal. Kita bisa sakit hati karena omongan temen, guru, sodara bahkan orangtua sekalipun. 

Sakit hati itu lumrah, kitanya yang terlalu resah.
Sakit hati itu lumrah, kitanya yang terlalu gelisah.

Moreover, ketika kita sakit hati, kita malah fokus di rasa sakit atau yang bikin sakitnya. Contohnya, ketika diputusin pacar, yang kebayang dia, yang diinget dia, yang dipikirin dia, yang pengen dihubungin dia. Ya gak? Gitu gak? Kalo aku sih nggak, soalnya gak pernah diputusin. Whekkk. 

Dengan mencoba mengalihkan luka pada hal-hal yang bikin kita bahagia atau lebih bersemangat adalah penyembuhan yang paling akurat, i guess. Mungkin itu kali ya yang bikin beberapa doula sewaktu kontraksi di sesi lahiran selalu bilang "nafas buk, jalanin buk, denger afirmasi yuk buk." ajakan mereka nggak serta merta bikin rasa sakit saat kontraksi ilang blas gitu aja, tapi seenggaknya kita jadi nggak fokus di rasa sakit yang malah bikin kita ngerasa jadi lemah dan pengen nyerah, seenggaknya fokus kita jadi beralih ke hal-hal yang bikin kita bilang "lho? Kok gue bisa lewatin ya, padahal rasanya tadi kok sakit bangettt. Sekarang malah gak berasa apa-apa lagi" di akhir nanti. 

Balik lagi ke cerita saya;
Ketika saya terlalu ngerasain rasa sakit dan panas, semakin menjadi rasanya.
Ketika saya terlalu mendekap dan menekan rasa sakit dan panas, semakin menjadi rasanya.
Ketika saya mencoba memaksa menyembuhkannya dengan suhu yang berlawanan, dinginnya nggak berasa tapi panasnya semakin menjadi.

Tapi, 
ketika saya mengalihkan perhatian saya pada hal yang membuat saya bahagia tanpa merasakan, menekan bahkan memaksa menyembuhkannya, rasa sakit dan panasnya hilang.... Sendiri. :)

Perihal rasa sakit, ternyata bukan tentang menunggu berapa lama luka itu akan hilang. Tapi, tentang sekuat apa kita menjaga hati dan akal agar tak berseregang. 


2 Comments

  1. Jadi intinya tetap jalani saja gitu ya bund walaupun sakit hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buatku sih, iya, kayak gitu. Makin dipikirin dan dirasain makin sakit kerasanya 😂😂😂

      Delete